25 April 2011

Pepatah Abah Buat Latifah

Namaku Latifah. Baru saja pulang dari rumah seseorang yang hidupnya tidak bisa dibilang mentah. Seseorang itu, orang-orang sering memanggilnya Abah.

Meski usianya sudah cukup tua, ingatan Abah sama sekali tidak lemah. Pembawaan Abah pun masih terlihat gagah. Konon, ketika muda ia sempat menjadi seorang pemanah. Seorang nenek yang pernah kutemui mengaku, ia pernah jatuh cinta pada Abah. “Memakai jubah, menggenggam busur panah, di mataku saat itu ia tampak sangat indah,” kenang si nenek yang ternyata bernama Midah. “Sayang”, lanjut si nenek, “cinta hanya bertepuk sebelah, mau tidak mau ya harus patah.” Demikianlah.

Berbeda dari kebanyakan orang tua lainnya, Abah jauh dari lidah yang latah. Kalau bicara, kata-kata Abah kerap kali menggugah. Tidak pernah sekalipun Abah mengeluarkan sumpah serapah. Tindakannya pun tidak gegabah, sehingga hidupnya jarang salah. Sikapnya santun, tidak pernah membuat orang jengah. Setiap orang yang bertamu padanya selalu pulang dengan membawa kebahagiaan membuncah. Kehadiran Abah telah membuat orang-orang di sekitarnya ingin berubah. Mereka ingin menjadi ahli syukur seperti Abah, yang melihat hidup semata sebagai anugerah, sehingga hidup semakin hari semakin berkah.

Abah tidak punya sawah, apalagi mobil mewah. Pekerjaannya pergi ke hutan mencari daun nipah untuk ia anyam lalu dijual sebagai atap rumah. Para tetangga mengenalnya sebagai sosok yang tabah, yang selalu tegar dan sabar ketika tertimpa musibah.

Harta Abah cuma sebuah rumah yang tidak pernah pindah, dan sepetak kebun yang ia tanami pepohonan berbagai buah. Sekali panen, hasilnya sering melimpah ruah. Sebagian ia jual murah meriah, sebagian lagi ia biarkan menggunung di atas tampah bundar di ruang tengah, sengaja ia suguhkan kepada para peziarah yang datang tiap hari dari kampung sebelah.

Raut wajah Abah selalu cerah, senyumnya sumringah. Tapi ada satu hal yang bisa membuat senyum itu seketika musnah, yakni bila ia melihat orang sembarang meludah. Katanya, itu sama artinya dengan menyebar wabah, persis seperti ghibah, tidak lebih hanya sampah.

Malam tadi aku ke rumah Abah, membawa serta sekarung gabah sebagai hibah. Kulihat Abah sedang rebah di atas dipan murah. Diterimanya gabah dengan bungah, menanyakan bagaimana kabarku dan cerita yang sudah-sudah, lalu ia berkisah tentang bedanya penari dan pelari yang sama-sama menjejakkan kaki di atas tanah.

Penari dan pelari itu bedanya cuma satu huruf saja, begitu kata Abah. Penari ya menari, keindahannya terletak di setiap detik gerak dan langkah. Pelari ya berlari, keindahannya terletak di pencapaian segaris batas yang bermakna sudah. Mau pilih jadi apa, ya terserah. Tapi setelah memilih, ingatlah selalu bahwa di sepanjang kisahmu nanti tidak boleh sekalipun terucap kata terserah, apalagi menyerah. Jangan jadikan menyerah sebagai sesuatu yg lumrah. Menyerah itu hanya buat mereka yang bisanya cuma cari jalan mudah, yang alergi dengan segala yang susah-susah. Padahal segala yang susah-susah itu cuma selembar kertas pembungkus dari segala yang mudah-mudah. Apakah pembungkus itu tipis atau tebal, itu lain masalah.

Susah itu seperti wajah yang marah. Susah sebetulnya adalah mudah, asal kamu mau menyediakan hatimu untuk dibedah, sambil terus mengangkat kedua belah tangan dengan kepala tengadah. Hati adalah wadah, bukan untuk amarah, tapi untuk amanah. Jagalah ia agar tetap hidup dan istiqomah.

Sambil menyodorkan sepiring ketan jadah, Abah mengakhiri pepatah, “Jangan menyerah. Kamu cuma boleh bilang pasrah, itupun setelah kamu kelewat lelah.”

Dan seperti setiap peziarah, malam tadi aku pun pulang ke rumah dengan hati yang merekah. Aku memilih berjalan kaki di atas jalan setapak yang masih basah. Di sepanjang jalan, kucecerkan satu-satu segala sisa dedak hati yang lelah hingga semua luruh sudah. Punah. Lalu pipi ini tiba-tiba terasa bersemu merah. Ada senyum secercah, “Aku baru saja cuci darah.”


Untuk Latifah yang mengajari tentang Kelembutan
Beginilah. Memang selalu begini sehabis kopi :)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home