26 August 2005

Catatan Pengidap Insomnia (1)

Aku cuma tidur 3 jam hari ini –pagi tadi tepatnya. Sebelum tidur setidaknya sudah ada 3 lembar undangan nikah yang datang. Lalu apa hubungannya tidur 3 jam dengan 3 lembar undangan? Sebetulnya sama sekali tidak ada. Tapi segala yang tidak ada toh bisa dengan gampang diada-adakan, bukan? Apalagi buat orang yang tidurnya cuma 3 jam.

Buat seorang pengidap insomnia sepertiku, efek dari tidur 3 jam layaknya seperti habis minum secangkir kopi kental. Bikin kepala jadi kleyeng-kleyeng, badan tiba-tiba teramat ringan, jantung agak berdebar-debar, tapi seluruh sel tubuh rasanya seperti mekarrrrrrrrrr...

Dan selama beberapa jam kemudian, bisa dipastikan benih-benih bunga itu akan terus bermekaran, berbincang satu sama lain dan tak ada yang mau berhenti hingga semua percakapan mereka diubah menjadi sesuatu yang terpatri. Agak mengganggu memang kalau tak segera dituruti apa maunya, tapi sungguh menyenangkan demi menyadari bahwa benih-benih itu bermunculan begitu saja untuk menunggu mekar --meski hanya sebentar-- cuma lewat tidur 3 jam atau secangkir kopi kental!

Ya ya ya, agaknya sekarang aku tidak punya banyak alasan lagi untuk memprotes beberapa teman yang sudah terlanjur kecanduan kopi. Dulu kalau aku mengingatkan mereka, jawabannya selalu sama, “Persetan dengan kesehatan, inspirasi lebih penting!” Hahaha... boleh jadi... boleh jadi... meski aku tak sepenuhnya setuju (Kalau saat inspirasi itu datang, tubuhmu sama sekali tak bisa diajak kerja sama, gimana hayo?)

Usiaku kini 40 tahun. Dan entah kenapa, begitu bangun tadi aku teringat secuplik perbincangan dengan seorang sobat kental yang sudah lama hilang. Kalau masih hidup, saat ini ia akan tepat berumur 42 tahun, 3 bulan dan 20 hari. Orangnya sungguh teramat menyebalkan. Kelakuannya seenak udel sendiri.Dia terkenal paling lama dalam urusan mengunyah makanan. Tapi bukan itu yang tidak kusuka darinya. Hal yang paling tidak aku suka adalah hobinya makan di depan TV sambil menyelonjorkan kaki di atas meja dengan bertelekan... bantal tidurku! Kalau aku bilang itu nggak sopan, dia seketika itu juga akan menjawab enteng tanpa mengalihkan pandangannya dari monitor, “Salah sendiri nyimpen bantal sembarangan.” Arrrrrgggggggghhhhhhhh!!!!!!

Bicaranya juga nyinyir, sinis, kadang malah terkesan kasar. Dia tak akan sungkan-sungkan mengeluarkan makian kotor pada orang yang dianggapnya memang layak dimaki-maki. Tapi apa yang membuatku betah bertahun-tahun bersahabat dengannya adalah karena dia selalu jujur dan kebenaran kata-katanya sering kali sukar dibantah.

“Lo udah parah, Ra. Udah butuh nikah. Buruan nikah gih!” ucapnya 11 tahun yang lalu.
“Alaaaahhh... basi! Elo mau gua kasih yang lebih basi lagi? J O H A N," jawabku sambil memperjelas lafal mulutku di depan mukanya, "Jodoh di tangan Tuhan.”
“Hahaha... Heh Ayra kucluk, emang apa sih yang nggak ada di tangan Tuhan?"
"Jodoh, rejeki dan mati itu di tangan Tuhan."
"Semuanya juga di tangan Tuhan! Nggak cuma jodoh, rejeki dan mati. Tapi semua. S E M U A. Kenapa jadi elo potong-potong begitu hanya karena nasib elo nggak bagus?”
Aku diam. Dia benar.
“Jadi nggak usah bawa-bawa nama Tuhan segala deh kalo memaknai takdir aja elo masih belepotan begitu. Bilang aja elo nggak laku! Itu lebih masuk akal.”
Menusuk. Kata-katanya menusuk. Tapi dia masih berkata benar. Dan aku masih diam.
Sobat kentalku itu tertawa terkekeh-kekeh, asap rokoknya memenuhi ruangan.
“Hahaha... Johan, Johan... di manakah dikau berada Johan... “ sindirnya.
Aku terbatuk-batuk, tersedak nasib sendiri.

(to be continued,
karena besok pagi kawan baikku si abselut pabaliut bakal menikah. Tempatnya jauh, jadi aku ingin tidur enak malam ini. Nggak lucu kan pergi ke kondangan dengan tampang kuyu?)

2 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Hehehe Johan...Johan, dimanakah dirimu? di film2 jadul, biasanya penjahatnya namanya si Johan, atau Anton :)

30 August, 2005 17:13  
Blogger suss said...

temenan nggak tuh ama si Jampang atau si Pitung? :p

31 August, 2005 17:02  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home