08 August 2005

Aku, Cranberries, dan Sehelai Bulu di Suatu Sore

Something has left my life
And I don’t know where it went to
Somebody caused me strife
And it’s not what I was seeking.
Didn’t you see me, didn’t you hear me
Didn’t you see me standing there
Why did you turn out the lights
Did you know that I was sleeping
Say a prayer for me
Help me to feel the strength I did
My identity has it been taken
Is my heart breaking on me
All my plans fell through my hands
They fell
Through my hands on me
In my obvious it suddenly seems
Empty

***

Sore hari yang dingin. Bukan dingin yang sejuk, tapi dingin yang kering. Dingin ini dingin artifisial dengan kata sehat yang menipu. Andai saja ini dinginnya lereng bukit, tapi bukan, karena ternyata aku sedang terjebak di ruang kantor ber-AC sentral.

Ada kata-kata berjumpalitan di depan mata –seperti biasa, mereka layaknya rombongan pemain sirkus yang berusaha sekuat tenaga menghadirkan pesona. Dan ada kata-kata bertangga nada yang menggelitik-gelitik rasa lewat lubang telinga, tapi semuanya kehilangan nyawa.

Maka pikiranku berubah menjadi sehelai bulu angsa yang ringan, tertiup ke sana ke mari bahkan oleh hembusan nafas paling hampa sekalipun. Ya, itu nafasku sendiri yang mendenguskan kekeringan, serupa angin dari ladang yang paceklik.

Bulu angsa putih melayang-layang. Mendarat dengan lembut di hari Jumat pekan lalu, ketika aku dan seorang kawan lama yang baik hati bercakap-cakap di ruang maya tentang ia yang habis berlibur gratis ke sebuah area keriaan, tempat ia bisa berteriak-teriak melepaskan adrenalin yang tiba-tiba mengalir deras. Kukatakan bahwa aku kini sudah sulit menikmati tempat-tempat seperti itu.

kawan : Kadang aku juga ngerasa seperti itu, i'm everywhere but i'm nowhere, i'm with everyone but i'm with no one...
aku : Iya… lonely in the crowded
kawan : Betul
kawan : Ngerasa ada yg kosong

Uh, dinginnya makin dingin. Semakin kering saja rasanya. Kenapa sepuluh bulan yang lalu aku rela menjebakkan diri di kantor dingin ini?

Lalu bulu ayam itu terbang lagi dan hinggap di kaki-kaki malam. Mendarat halus di samping teman baikku yang lain, di atas sebuah percakapan dinihari antara dua orang yang terpisah beberapa ratus kilometer, namun tersambung oleh satu kata: insomnia.

kawan : Aku suka heran sama orang-orang yang bekerja dan bilang bahwa mereka nggak suka pekerjaan mereka tapi masih aja tetep ngerjain. Kalau aku ajak mereka ngobrol, matanya berbinar-binar waktu cerita tentang anaknya, istrinya, rumahnya… tapi raut mukanya langsung berubah begitu ditanyai tentang kerjaan.
aku : Yahhh… begitulah… (dinihari itu aku sedang tak ingin banyak bicara, hanya ingin mendengar suara khasnya itu mengoceh tentang segala hal yang bijak-bijak)
kawan : Kamu tau nggak sih? Pekerjaan itu sama aja kayak mainan. Waktu kecil kita main congklak, main karet, petak umpet. Untuk apa? Untuk bikin kita seneng, puas, bahagia. Nah, setelah besar mainan kita ya pekerjaan ini. Sama aja. Jadi main-mainlah, bikin dirimu seneng. Toh hidup di sini kan cuma main-main, sekejap. Hidup itu bukan di sini, Ayra. Di sini kita masih mati.

Ya ya ya... tapi sesungguhnya ini bukan masalah pekerjaan, Kawan. Bukan. Sama sekali bukan… Sejujurnya aku sempat bersyukur dengan kekosongan ini. Karena itu berarti aku tinggal diisi, tak perlu susah-susah lagi mengeruki segala sampah hati untuk kemudian membuangnya ke timbunan entah-berantah. Aku sudah kosong, tinggal diisi.

Angin barat menghembuskan bulu putih itu sekali lagi. Melayang-layang ke arah langit-langit. Kali ini bulu itu menari-nari sepenuh hati di atas sebuah halaman website tentang sufisme.

Takhali, tahali, tajali. Itulah prosesnya: membuang dulu, mengosongkan, lalu mengisinya dengan Cahaya Illahi hingga Cahaya itu menyatu dengan dirimu. Rangkaian huruf Arab bukanlah sekedar huruf. Ia adalah simbol-simbol yang penuh makna. Perhatikan urutan perpindahan letak titik dari huruf 'kha' ke 'ha' lalu ke 'jim' pada ketiga kata itu. Perhatikan… Perhatikan…

Sehelai bulu putih itu melayang lagi. Lalu mendarat perlahan di sebuah meja, tepat di sebelah gelas bening yang separuhnya terisi air putih.

Lihatlah gelas itu.
Apa yang akan kamu katakan: setengah penuh atau setengah kosong?

Sehelai bulu putih melayang lagi. Lalu hinggap di kaset Cranberries-ku sore ini.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home