19 August 2009

masa lalu, suatu saat

Suatu saat, dalam hidupmu, kamu akan terkejut betapa hidup memang betul-betul sependek mimpi absurd yang mudah terlupa. Betapa cepat waktu menanjak membawamu kepada seseorang asing yang kemudian menjadikanmu teman, menjadikanmu teman dekat, menjadikanmu sahabat, menjadikanmu kekasih. Denganmu, dia rela membekukan masanya. Hadirmu, adalah udara baginya. Tanpamu, dia tak merasa ada. Dan kamu ada di puncak waktu.

Lalu bagai seketika terlecut sesuatu, waktu memaksamu segera turun, tangganya licin menukik tajam. Tanpa kamu sadar, ia telah menggelincirkanmu menjadi mantan kekasih, menganggapmu tak lebih sebagai sahabat hanya di kala hatinya penat, menjadikanmu hanya teman dekat, menurunkanmu menjadi teman biasa, menurunkanmu lagi menjadi sekedar teman lama, dan akhirnya kamu cuma sebuah masa lalu yang melintas sekilas, hampir-hampir kembali asing. Lalu kamu mati sebab dia (me)mati(kan) rasa. Kamu mati, sebab terpenjara dalam kotak sejarah yang dia kunci rapat-rapat.

Suatu saat, kamu akan terkejut dengan segala apa yang kamu alami. Kamu akan bertanya-tanya sendiri. “Benarkah semua itu pernah terjadi? Apakah benar aku pernah dicinta dan dipuja sebegitu rupa? Benarkah dia pernah membawaku berkeliling-keliling ke segala penjuru rasa? Apakah benar pula bahwa aku pernah rela merana karena dia? Benarkah aku pernah gila?” Dan kamu memandang tak percaya pada segala jejak waktu yang mulai rapuh terkikis angin.

Sementara, kamu sibuk menyelamatkan masa lalu, mengabadikannya dalam bingkai kata-kata yang tumbuh indah bersulur-sulur, membasuh debu-debu yang melekat pada kenanganmu dengan air mata, memohon keajaiban dalam harapan berbungkus doa-doa.

Hey, berhentilah sebentar dan dengarkan ini: bagaimana kamu akan menyelamatkan masa lalu ketika kamu sendiri adalah masa lalu? Tataplah dirimu untuk terakhir kalinya di cermin buram itu, katakan dengan legawa pada hantu di dalamnya: “Aku, masa lalu”, lalu pecahkan cerminnya. Cermin seburam itu tidak pernah layak menggantung di dinding kamar milik seseorang sepertimu.

Suatu saat, percayalah, hujan badaimu akan segera reda. Kamu akan bisa menganggap asing juga terhadap seseorang asing yang telah menjadikanmu kembali asing itu. Suatu saat, di waktu yang sangat dekat, kamu cuma akan menengok sebentar ke belakang, mungkin dengan menunduk, mungkin dengan satu tetes air mata terakhir, mungkin dengan tanpa kata, atau mungkin cukup dengan tatap mata. Padanya, tatap matamu itu akan datar berkata: “Kamu, masa lalu.” Kemudian kamu menggunting pita.


Radio Dalam
Jumat, 20 Juli 2007/7.11

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home