28 August 2012

Karena


Ada banyak sekali alasan ketika seseorang mencintai. Seiring waktu, jika orang yang mencintai itu berada di atas jalan keyakinan dan kesabaran dalam periode yang cukup lama, ia akan mengenali siapa sesungguhnya dirinya, siapa orang yang dicintainya, dan apa yang mempertemukan mereka. Dan kalau usianya cukup panjang, ia akan dibuat paham apa maksud dari itu semua.

Di masa awal, orang yang mencintai akan belajar tentang kejadian-kejadian, termasuk belajar menerima dan menjalani. Hingga pada satu titik koordinat ruang dan waktu tertentu, ketika penerimaan itu sudah utuh penuh, ia akan sampai pada satu kesadaran tentang apa yang lebih penting daripada sekedar mempelajari kejadian semata, yakni mengerti alasannya. Ia tidak lagi sibuk dengan bagaimana harus bereaksi dan bertahan hidup dalam berbagai kejadian. Ia seketika dibuat terpana mendapati alasan-alasan dari serangkaian kejadian. Dan pemahaman atas keterpanaannya itu membuatnya mendadak mampu menjalani kejadian-kejadian berikutnya dengan mengalir begitu saja tanpa beban.

Bagi si pecinta ini, segala kejadian membuka pintu kesadarannya lebih lebar. Ia dibuat mengerti bahwa alasan-alasannya dalam mencintai ternyata sama sekali tidak cukup penting atau tidak cukup berperan dalam kejadian-kejadian hidupnya. Tidak cukup penting, bahkan terbilang sangat remeh, jika ternyata alasan-alasan itu berwarna keruh.

Maka alasan-alasan keruh itu dibuat meluruh, satu demi satu, seiring terjadinya peristiwa, satu demi satu. Inilah pelajaran tentang alasan, tentang niat. Sebegitu pentingnya sehingga dibutuhkan segala kejadian hidup itu ‘hanya’ untuk membuat seorang pecinta mengerti tentang sebuah pelajaran dasar bertajuk meluruskan niat.

Pelajaran ini, meluruskan niat, adalah amalan memurnikan hati. Dengan digosok, dibakar atau dibasuh, tidak lagi jadi soal. Hadirnya satu kejadian pahit berarti dicabutnya satu alasan remeh yang menjadi akar dari satu mimpi palsu. Semakin banyak kejadian pahit, berarti semakin banyak alasan remeh dari mimpi-mimpi palsu yang berjejalan di dalam hati. Remeh itu remah. Seperti halnya remah-remah makanan, benda-benda kecil itu memang layak buang.

Ketika alasan-alasan remeh itu itu dicabuti, seorang pecinta akan merasa seolah satu per satu mimpinya dicuri orang. Lama-lama ia akan merasa tidak punya mimpi apa-apa lagi terhadap kekasih yang dicintainya. Setumpuk mimpi itu ternyata angan-angan palsu semua.

Dan pada akhirnya, ketika semua alasan keruh sudah meluruh, ketika mimpi-mimpi palsu tak mampu lagi menipu, jika ia masih diijinkan untuk terus mencintai, ia pun tidak akan tahu apa-apa lagi karena hatinya sudah kosong. Ia sudah tidak punya alasan apapun lagi dalam mencintai, kecuali satu: karena Yang Maha.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home