04 October 2011

Hampir usai

Pelajaran ini hampir usai. Sebentar lagi pintu kelas akan terbuka, dan Ayra berhak memilih kelas baru yang disukainya. Ujian telah dilalui. Entah baik entah buruk nilainya, bukan lagi masalah. Penilaian adalah hak Guru semata. Dan Ayra percaya bagaimana Guru memberi nilai: sangat adil. Amat sangat adil.

Berapapun nilainya nanti, sudah bukan urusannya lagi. Ayra sudah cukup senang bahwa Guru memberinya perhatian penuh selama pelajaran berlangsung. Tidak ada hal yang lebih membahagiakan daripada mendapat perhatian penuh dari Sang Guru. Perhatian apapun, dari wajah yang tersenyum atau cemberut, masih bisa dinamakan perhatian. Sebab tidak ada perhatian yang bisa dibaca dari muka yang datar. Syukurlah, Guru tak pernah tega bermuka datar padanya.

Pintu kelas sebentar lagi terbuka, tapi Ayra masih ingin berlama-lama duduk bersila di lantai tanah ini. Menghirup udara kelas untuk terakhir kalinya. Memasukkan dalam-dalam ke segenap sel-sel ingatannya, bagaimana ruang dengan empat dinding hijau dan selapis putih di langit-langit ini telah menjadi taman yang subur bagi akar jiwa.

Dilihatnya Guru sedang membereskan berkas-berkas untuk dimasukkan ke dalam tas. Ayra ingin sekali mengucapkan terima kasih dengan cara terbaik dari segala cara yang pernah ada, tapi entah bagaimana. Ia ingin berterima kasih, untuk pelajaran terbesar dalam hidupnya: kesadaran. Lewat kesadaran, Guru mengajarinya cara terindah menikmati setiap helaan nafas. Menghidupkan tiap bulir udara yang terhirup lewat lubang hidungnya, satu-satu.

Lalu pintu terbuka.
Dan serombongan bulir-bulir udara mengalir masuk menjemputnya.
“Mari,” ajak mereka lembut.
“Ke mana?”
“Pulang.”


A VI 23 RD
Tak ada kata yang lebih membebaskan selain Pulang.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home