11 January 2006

Tanpa Judul

Lihat, di sana ada pintu bercat warna-warni.
Ketuklah dengan hati-hati.

***
Tomang
31 Desember 2005

Berawal dari sebuah perasaan excited campur panik-panik dikit karena sesuatu hal yang tiba-tiba jadi menggairahkan, karena urusan ini sangat penting untuk kelanjutan hidup saya.

“Pak, ada majalah Concept?”
“Majalah apa, Neng?”
“Concept.”
“Nggak ada. Cari yang ada-ada aja deh.”

Ah Si Bapak mah… Saya kan lagi butuh yang nggak ada itu.

“Ada majalah Concept nggak, Pak?”
“Nggak ada.”

Duh!
Itu ada satu kios lagi. Mudah-mudahan di sana ada.


“Majalah Concept-nya ada nggak, Pak?”
“Majalah apa?”
"Concept. Majalah desain grafis.“
"Dengernya aja baru sekarang, Bu.“

Alaahhh... dipanggil ibu pula.

Oke deh. Satu-satunya harapan tinggal Gramedia. Dan satu-satunya Gramedia terdekat adalah Gramedia Taman Anggrek. Dan satu-satunya Gramedia yang paling malas saya kunjungi adalah Gramedia Taman Anggrek itu, karena dia ada di dalam Mal Taman Anggrek. Lagipula satu-satunya hal yang belum ingin saya lakukan dulu adalah belanja buku, mengingat belanjaan buku saya bulan lalu belum habis dimakan. Sementara kalau saya ke Gramedia, pasti pulangnya nggak cuma bawa satu buku.

Tapi... memasuki Gramedia Taman Anggrek malam tadi, rasanya saya seperti macan ketemu hutan. O, Tuhan... all those books… Kenapa selama setahun lebih ini saya alergi masuk ke Taman Anggrek ya? Bodoh!

Walhasil, majalah Concept terbaru sudah ada di tangan. Covernya dari kertas concorde dengan motif gambar berwarna shocking pink. Saya tenteng bareng majalah Horison dan Gatra edisi spesial tentang laut (pokoknya apapun kalau tentang laut, sini lah!). Lalu saya bersiap ke kassa untuk membayar, agar bisa segera kembali ke kantor untuk meneruskan pekerjaan akhir tahun yang seolah tak sudi berakhir. Tapi… mata saya kepentok plang Imported Books, dan ingatan saya kontan berteriak: “Paulo Coelho! Koleksi edisi Inggris yang kamu punya kan baru satu. Di bazar buku Depdiknas lalu kamu nggak nemu kan? Ayo tambah sekarang!”

Maka begitulah, mata saya jelalatan mencari-cari plang fiksi atau novel. Dan, oh! Ada! Terpajang tepat di sebelah kanan The Celestine Prophecy-nya James Redfield. Ada dua judul, dan dua-duanya belum ada di daftar koleksi Paulo Coelho saya. Yang satu The Pilgrimage, yang satu lagi The Valkyries.

Mengenai kemungkinan harga mahal, awalnya saya santai saja. Paling-paling nggak jauh beda dari harga The Fifth Mountain versi Inggris yang saya beli 3 bulan lalu. Tapi sewaktu tangan saya membalik The Pilgrimage untuk melihat label harganya... Ha?! Rp 261.300???!!! O, betapa saat itu saya ingin sekali punya uang banyak… Saya ingin sekali punya uang banyak, Tuhan… Please, Al-Mughnii… Please…

Kecewa, saya ambil novel satunya lagi. Eh, sialan! Rp 261.300 juga! The Fifth Mountain kan cuma 85 ribu. Apanya yang bikin mahal? Tebalnya hampir sama, covernya hampir mirip (hehehe…dodol! emang sebuah buku dinilai dari tebal dan covernya? dari panjang daftar isinya tau!).

Sempat terlintas untuk beli saja, toh saya baru gajian. Tapi untunglah kedua kaki saya malam itu sedang pandai membelokkan rayuan hati. Saya keluar dari ruang Imported Books dan asik mengitari bagian Novel-Fiksi-Sastra di ruang lain.

Agatha Christie (hm, not my playground anymore, Mam), Danielle Steel (juga yang ini), Mira W. (ng… bukannya nggak respek, tapi… nggak ah), YB Mangunwijaya (kemarin kan baru beli, itupun plastiknya sampai sekarang masih utuh. payah!), Alexandria (salut buat Salman Aristo, sudah cetakan ke-4 ha? pasar memang ajaib!), Kok Putusin Gue? (hahaha… nggak ada judul lain?), Sidney Sheldon (Waa… Ratu Berlian! Kincir Angin Para Dewa! Butir-butir Waktu! Kapan ya terakhir baca Sidney? SMA?)

“Paulo Coelho di mana, Mbak?”
“Di Brazil, hehehe...”

Lantas saya membuntuti Si Mbak pegawai Gramedia yang malam itu berkostum hitam-hitam plus topi kerucut tinggi bak nenek sihir demi menyemarakkan demam musiman Harry Potter. “Di sini,” katanya begitu sampai.

Aha! Ada The Devil and Miss Prym! Mata saya seketika berbinar-binar. Yang ini cuma 30 ribuan. Saya ambil dua: Prym buat saya, yang Piedra buat kamu :) meskipun saya tahu, kamu lebih suka Jostein Gaarder dibanding Coelho. Oya, sudah pukul 01:38. Saya tak jadi pergi, terlalu larut. Selamat Tahun Baru 2006 dari sini saja. Tak usah membalas selamat tahun baru buat saya. Kamu tahu, tahun baru saya sudah lewat, 1 Syawal lalu.

***
Sudah, sudah kuketuk-ketuk pintu itu
Dua kali
Sayang, aku tidak hati-hati
Sore tadi kulihat pintunya sudah tertutup
Maaf, aku mengecewakan-Mu
Lagi

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home