30 April 2005

Laut

Ada suatu hari yang ditandai dengan angka 29.
Hari itu aku memberanikan diri pergi ke sangkar Badai.
Tapi tak ada yang bisa kujaring lagi.
Badai bukan untuk dijaring.

Tiga hari berikutnya aku bicara dengan seorang teman di ruang maya, namanya Agung.
Katanya, "Pelancong dan pelaut itu beda, Sus. Seorang pelancong, dia hanya ingin melihat keindahan Laut. Begitu Laut mengamukkan Badainya, dia menjadi ngeri lalu pergi. Beda dengan seorang pelaut, ada Badai menghantam sebesar apapun, dia tak bakal pergi, karena Laut adalah kecintaannya -- seluruh hidup-matinya"

Lalu ke mana lagi Air bermuara selain menuju Laut? Kepada temanku Tika aku pernah bilang, aku ingin sekali menyelam. Menyatu dengan damainya kehidupan Laut Dalam. Dan kalau tak kesampaian, aku ingin sekali menjadikan Laut sebagai kuburanku bila aku mati -- kalau saja agamaku membolehkannya. Tentunya indah bila abuku dilarung ke Laut, lalu rohku menunggu antrian ke Surga sambil ditemani ikan dan koral berwarna-warni.
Dan temanku itu cuma berkomentar pendek, “Kayak di film aja,” katanya.

Hahaha... hidup siapakah yang tak serupa film?

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home